nominpoem

161

Jam 1 pagi semua peserta LKMN dibangunkan dengan bunyi sirene yang keluar dari megaphone. Tak lupa juga kakak-kakak panitia mulai berteriak membangunkan mereka. Nesta, Hilmi dan Rio pun langsung bangkit dari tidur mereka sangking kagetnya. Setelah itu semua peserta langsung disuruh berbaris didepan tenda mereka.

“nesta, muka lo pucat banget” Bisik Hilmi yang berdiri dibelakang Nesta. Nesta hanya tersenyum lalu menggeleng kecil.

“Eh gue nggak liat lo semalam makan” Bisik Hilmi lagi.

“Ada kok” Balas Nesta pelan. Hilmi tidak membalas, yang penting dia tau Nesta sudah makan malam.

Setelah itu mereka hanya bisa melihat muka garang panitia yang tidak memberikan senyum satu senti pun. Membuat suasana malam tengah malam itu lebih menyeramkan.

“Sekarang waktunya jurit malam, perkelompok akan bergantian menuju pos. Pos nya dimana Aja? Kalian hanya harus mengikuti arah obor sepanjang jalan, dan jika kalian melihat ada 2 lampu botol maka disitu adalah pos” Jelas Mahesa.

“Jangan ada yang berisik, senter jangan diarahkan ke aras, jangan bermain-main dengan senter, jangan berkata kasar” Tambah Luke.

“Yang sakit harus cepat melapor ke pos, jangan dipaksain” tambah Adel.

“Semuanya paham?” Tanya Mahesa memastikan.

“Paham kak” mereka menjawab dengan suara yang tenang namun tetap serentak.

Setelah itu mereka berdoa bersama sesuai ajaran dan kepercayaan mereka masing-masing lalu diawali oleh kelompok satu.

“Jangan kosongkan pikiran, jika kalian menemukan pos kalian harus memberikan kode 'hidup mahasiswa' dan sampai kakak panitia itu menjawab. Kalian hanya bisa mengatakan 3 kali dan jika kakak panitia tidak menjawab selama 3 kali, maka kalian berhak meninggalkan pos itu dan mencari pos lain” Tama menjelaskan kepada kelompok pertama yang dibalas dengan anggukan pertanda mereka mengerti. Setelah itu kelompok pertama pun mulai berjalan menyusuri kegelapan dengan berbekal senter.


Tibalah saat kelompok Nesta dkk. Mereka berada dikelompok terakhir. Entah ini sengaja atau kebetulan. Jujur saja Nesta juga khawtair dan sedikit takut. Dia sudah bisa membaca jelas diwajah panitia yang ingin membantai habis kelompok mereka.

Setelah mendengarkan penjelasan dari Tama, mereka pun mulai melangkah. Awalnnya mereka sempat mengatur posisi dimana ketiga teman cewek mereka berada ditengah, Sedangkan cowok-cowok berada dipinggir. Mereka memutuskan untuk jalan berbarengan dan bergandengan tangan.

“Woy jangan lupa baca Ayat kursi” ucap Aldo salah satu anggota mereka.

“Lo aja yang baca Do, gua kaga hafal” Ujar Hilmi membuat mereka sedikit tertawa.

“Bisa-bisanya Ayat kursi gak hafal, tapi seribu satu makian lu hafal” Ejek Rio

“Jangankan makian, semua kode cheat game dia hafal” Tambah Nesta yang lagi-lagi membuat satu kelompok tertawa.

Mereka pun mulai menemukan lampu botol yang mana disitu juga terlihat ada 2 panitia sedang duduk menunggu mereka.

“Hidup mahasiswa” ucap mereka bersamaan dengan nada pelan.

“Hidup mahasiswa”

“Hidup mahasiswa”

Bahkan sampai kali ketiga mereka tidak menjawab. Nesta dan kawan-kawannya lalu saling melempar pandang. Mereka bingung apa mereka harus meninggalkan pos ini?

“gimana ini?” Bisik Hilmi “Tinggal aja ayo” Jawab Rio “Eh tapi masa iya beneran ditinggal?” Aldo menahan mereka “Apa nyoba sekali lagi? Habis itu kita tinggal?”

Akhirnya mereka menyoba sekali lagi karena mereka sangat dilema. Jika ditinggal dikira nggak sopan bisa-bisa mereka bakal kena omel baru di pos pertama.

“Hidup mahasiswa”

Kedua kakak panitia itu berdiri dengan muka garang mereka.

“Begitu aturannya?' Tanya salah satu kakak panitia. Mereka terdiam.

“Siapa yang buat aturan ngucap password 4 kali? Bukannya kalo udah 3 kali ditinggal pos nya?”

“Baru pos satu udah ngelanggar aturan aja”

Kelompok mereka hanya terdian dan menyesali apa yang sudah menjadi keputusan mereka tadi.

“Maaf kak” ucap salah satu dari mereka.

Setelah meminta maaf mereka pun melangkah pergi dari pos itu, tidak mau berlama-lama karena nanti kehabisan waktu.

“Yailah, tau gitu kita tinggal aja tadi”

“Belagu amat dah”

“Pokoknya sekanjutnya langsung aja kita tinggal”

Kurang lebih seperti itu keluhan mereka.


Mereka sudah hampir sampai ke pos berikutnya, namun pada saat itu kondisi Nesta sudah tidak baik-baik saja. Muka Nesta sudah mulai pucat dari sebelumnya. Walaupun dari kegelapan, Hilmi bisa melihat itu. Badan Nesta pun mulai bergetar.

“Nesta lo gapapa?” Tanya Hilmi. Nesta hanya tersenyum tipis lalu mengangguk pelan.

“Ta, muka lo pucat” Tambah Rio.

“Gapapa sumpah ayo lanjut aja itu ditungguin sama kakak-kakaknya” Kata Nesta lalu menarik teman-temannya berjalan menunju pos yang sudah ada didepan mata mereka.

Saat itu mata Nesta langsung membulat saat tau siapa yang ada di pos ini. Walaupun Nesta sudah biasa dengan katingnya ini, tapi entah megapa auranya sangat berbeda membuat Nesta bergidik ngeri.

“Hidup mahasiswa”

“Hidup”

Tidak seperti pos-pos sebelumnya, kali ini dijawab dengan cepat, mereka lega.

“Disini gue River yang akan mengambil alih pos ini, ya dan gue sendrian. Gue nggak suka basa-basi, ini pos kemahasiswaan. Sebelum gue ke pertanyaan inti, gue mau ngetest dulu, lo pada hafal sumpah mahasiswa nggak?”

Mereka terdiam, tidak ada yang menjawab.

Mampus, batin Nesta.

“Dari ujung sana, Rio lo hafal kan?” Tanya Lado. Rio hanya terdiam lalu menunduk.

“Jangan menunduk! Gue didepan lo! Yang ajak ngomong lo gue bukan tanah!”

“Sumpah mahasiswa gak hafal? Yaudah kalau gitu, pasti diantara lo berenam pasti ada yang hafal kan?”

Semuanya terdiam. Nesta menarik nafasnya panjang. Sebenarnya dia hafal tapi dia tidak yakin.

“GAK ADA YANG HAFAL?” Suara Lado meninggi dan nyaring.

“Semuanya turun, ambil posisi!” Perintah Lado.

Mereka langsung kaget dan tidak pernah mengira bakal ada hukuman fisik seperti ini. Perlahan mereka mulai turun dan mengikuti perintah Lado untuk melakukan push up.

“Lado gila lo!” Itu suara Luke yang datang entah dari mana berlari mengampiri pos mereka.

“Lima kali, cepat berhitung!” Tidak menghiraukan Luke, Lado masih melanjutkan aksinya. Nesta dan kawan-kawannya pun menurut dan mulai berhitung bersama.

“Naik semua!” Ternyata ada pertentangan dari Luke.

Nesta dan kawan-kawannya jadi dibuat dilema, mereka tidak tau harus menurut kepada siapa.

“Kenapa berhenti? Ini pos gue, lo semua ada disini atas kuasa gue!”

“Lo semua gak salah masa mau disuruh push up begini?”

“Berhitung dari awal! Kali berhenti gue tambah 5 lagi hukumannya!”

Mereka pun akhirnya melakukan push up dan berhitung bersama.

Brukk!!

Pada hitungan keempat, tubuh Nesta ambruk. Membuat semua panik, ya semuanya termasuk Lado yang memberikan hukuman. Luke langsung dengan cepat tanggal mengangkat tubuh Nesta dan membawanya menuju tempat medis yang cukup jauh dari pos mereka sekarang. Awalnya Lado yang ingin membawa Nesta namun dilarang keras oleh Luke.

Lado terdiam. Teman-teman Nesta terdiam dengan posisi yang sudah berdiri karena disuruh Luke tadi.

Apa itu tadi? Saat itu juga Lado mulai memaki dirinya sendiri.

161

Sore itu setelah mereka menerima materi bersama jurusan lain di ground tempat mereka upcara mebukaan pagi tadi, para peserta diberikan waktu untuk bersih-bersih dan bersiap untuk makan malam. Nesta, Hilmi dan Rio yang masih ngos-ngosan sedang duduk didepan tenda dengan topi mereka sebagai kipas. Mereka hanya memperhatikan para peserta yang lalu-lalang.

“eh tadi kelompok kita menang berapa game dah?” Tanya Rio “tiga dari enam game anjir” jawab Hilmi dengan sedikit menyesal karena dia pengen banget bisa menang semua game, walaupun sangat tidak mungkin.

“eh katanya nanti ada satu game lagi” kata Nesta baru menyadari. “game diplomasi itu gak sih?” Tebak Hilmi, Nesta mengangguk.

Mereka lalu melanjutkan percakapan mereka membahas bagaimana seharusnya game yang mereka susun tadi berjalan lancer kalau saja tidak ada yang keliru di strategi mereka. Hilmi juga sempat kesal dengan salah satu anggota kelompok perempuan mereka yang ketakutan saat game tebak benda jadinya mereka keduluan kelompok lawan untuk menebak benda tersebut. Dan masih banyak keluhan lainnya hingga akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk mandi karena dirasa keringat mereka udah mulai habis.

Saat perjalanan mereka ke kamar mandi yang berada dibelakang tenda mereka, ketiga cowok itu sempat melewati beberapa kakak-kakak panitia yang lagi kumpul membahas sesuatu. Demi apapun Nesta tidak berniat mendengar, tetapi sangat terdengar jelas kalau Julian sedang dimarahi oleh para senior.

“Lo gimana sih Julian? Kegiatan apaan ini bisa-bisanya katua panitianya nggak ada ditempat?” Kalau Nesta tidak salah, itu suara Tama.

“Maaf kak, ini juga tiba-tiba banget Lado ngabarin dan dia juga sudah dapat surat izin langsung dari fakultas, jadi gue nggak bisa apa-apa lagi”

“Kalau gitu, ngapain Lado masih jadi ketua? Lo ganti aja jadi Mahesa ketuanya?”

Saat itu ketiga sahabat yang tak sengaja mendengarnya itu hanya bisa tatap-tatapan kaget dan mempercepat langkah mereka serta sebisa mungkin mereka nggak ketahuan dan tidak menggangu para panitia yang sedang berkumpul.


Bahkan setelah Nesta mandi pun, Nesta masih kebayang apa yang dia dengar tadi saat perjalanan ke kamar mandi. Setahu Nesta, asdosnya itu tidak bisa hadir karena sedang mengikuti pertandingan tetapi, Nesta tidak tahu kalau Lado adalah ketua panitia kegiatan ini. Entahlah, bisa dibilang dia khawatir, dia takut kalau nanti Lado menjadi sasaran para senior.

“Oiii Nesta, ngelamun aja lo” Nesta tersadar dari lamunannya. Pikirannya buyar seketika setelah dikagetkan Hilmi.

“Eh? Apa? Ada apa?” Tanya Nesta.

“Tuh disuruh ngumpul, ayok” Hilmi langsung menarik tangan Nesta. Bagai tak bergairah, Tubuh Nesta ikut tertarik dan mengekor dibelakang Hilmi.

Para peserta saat ini sedang berkumpul di ground dan berbarik sesuai kelompok. Saat ini, Mahesa sedang berdiri dengan megaphone yang hanya digantung dipundaknya tanpa dia gunakan.

“Teman-teman sekalian, sebelum makan malam, kalian ingat kan dengan game diplomasi?”

“Ingat” Jawab semua peserta serempak.

“Makan malam kalian seharga sepuluh permen. Jadi kalian haru menukarkan sepuluh permen untuk makan malam kalian. Darimana permennya? Tentu ada di panitia dan senior. Disini kemampuan kalian sebagai anak HI yang harus pandai dalam berdiplomasi dan bernegoisasi diuji. Bagaimanapun cara kalian, kalian harus bisa mendapatkan 10 permen per-orang agar bisa mendapatkan makan malam”

Nesta menarik nafasnya dalam-dalam. Yang benar saja dia harus berurusan dengan para pantia. Dia malas banget kalau harus melakukan game individu seperti ini. Tetapi dia bisa mati kelaparan kalau tidak makan malam, apalagi habis capek-capek main game. Setelah pengumuman dari Mahesa, semua peserta LKMM llangsung bubar dan mulai mencari kakak panitia dan juga senuior untuk dimintakan permen.

Kedua temannya, Hilmi dan Rio sudah langsung hilang dari pandangan Netsta, namun masih bisa Nesta cari hanya dalam beebrapa detik. Yup, Hilmi sedang sedang menghadap Mahesa, dan Rio sedang mengejar Luke yang selalu lari jika didekati Rio membuat kedua sejoli itu terlihat seperti sedang memerankan adegan bollywood.

Nesta yang tidak tahu harus menghadap siapa hanya duduk didepan tenda melihat teman-temannya yang kini sudah melakukan berbagai hal. Ada yang disuruh push up, ada yang disuruh dance, menyanyi, menyapu, dan hal-hal gila lainnya. Nesta bergidik ngeri, dia tidak ingin melakukan hal itu.

“Lo kok disini aja? Udah dapet permen?” Itu suara Julian yang entah datang dari arah mana tiba-tiba sudah berada didepan Nesta. Nesta hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu. Kalau dia bilang malas, bisa saja kena semprot panitia, kalau dia bilang sudah, entah apa yang akan terjadi selanjutnya.

“Eh, ini mau nyari kok, tadi kaki gue kesemutan kak” Ada saja alasan Nesta, bahkan sampai pura-pura meluruskan kakinya layaknya orang yang lagi kesemutaan. “Oh yaudah” Kata Julian yang lalu berlalu melewati Nesta. “Eh kak!” Nesta langsung berdiri dan berlari menyusul Julian. “Kenapa nesta?” “Lo punya permen kan ya?” “Punya”

“Gue harus apa nih kak biar bisa dapat permen dari lo?” “Ya lo penawarannya apa dulu, lo harus bisa bernegosiasi dulu” Lagi dan lagi Nesta menggaruk tengkuknya karena kebingungan. Kalau boleh jujur, dia anaknya tidak suka yang ribet-ribet begini.

“Gimana ya ka, gue tuh jarang banget nego barang gitu, berapapun gue jabanin, gue juga jarang ikut ke pasar sama nyokap jadi nggak tau deh gimana cara negonya”

Julian sudah berusaha buat nahan ketawanya tapi susah, pada akhirnya dia tertawa mendengar penjelasan dari Nesta. Sontak ketawa Julian mengundang banyak perhatian, Nesta jadi malu.

“Kenapa bro?” Tanya Luke yang masih berkutat bersama Rio. “Nih maba lo kaga tau bernegosiasi” Jawab Julian. Nesta sudah mengepalkan tangannya sangking kesal, harusnya Julian tidak perlu mengumbar begitu saja.

“Hahaha padahal kakaknya mah jago tuh soal begituan” Sahut Luke. Nesta sudah megerutkan keningnya kesal, lagi-lagi kakaknya dibawa-bawa padahal Jeje sama sekali tidaka da hubungannya dengan ini. “Apaan sih, kok bawa-bawa kakak gue, nggak ada hubungannya kali” Kata Nesta pelan, sangat pelan sampai dia pikir tidak ada yang mendengarnya.

“Terus gimana dong kak?” Tanya Nesta. “Lo mau gimana deh? Maksudnya tawaran lo ke gue itu apa biar lo bisa dapat permen dari gue. Lo mau ngelakuin apa?” “Ntar deh gue pikir-pikir dulu kak” Kata Nesta lalu pergi meninggalkan Julian yang juga kebingungan dengan Nesta.

Saat perjalanannya mencari-cari panitia yang bisa dia mintakan permennya, Nesta bertemu dengan Adel. Dia lalu memberanikan diri untuk menghadap Adel. “Kak..” Baru saja Nesta memanggil Adel, Adel langsung buang muka cuek. “Kak Adel, gue mau bernegosiasi sama lo” “Emang lo tau di gue ada permen?” “Katanya semua panitia punya permen” “Ohh, tadi gue nggak ngambil sih, males gue ngeladenin beginian” Kata Adel lalu meminggalkan Nesta yang kebingungan parah.

Dia sudah berusaha meminta ke Mahesa dan Luke tapu ternyata sudah habis, katanya sudah dikasigh semua ke Hilmi dan Rio. Nesta sempat meminta ke Tio, untung saja Nesta hanya disuruh hafalin perkalian 9 akhirnya dia bisa mendapaykan permen walau hanya dapat 3. Nesta sudah menawarkan untuk meminta tantangan lagi tapi tawarannya tidak menarik bagi Tio. Nesta juga mendapat 3 dari Yoga karena berkat skill nya membuatkan kopi akhirnya dia memberikan tawaran itu ke Yoga.

Saat ini Nesta sudah mendapat 6 permen, masih ada 4 lagi yang harus dia cari. Diseberang tenda tepatnya disampung pohon besar tempat Luke dan Rio tadi ada Tama, tapi dia tidak berani meminta karena sudah ketakutan duluan, yang benar saja dia baru saja mencari masalah dengan Tama jadi mentalnya sudah menciut.


Kini raut wajah kegirangan terpancar diseluruh peserta LKMM jurusan Hubungan Internasional. Bisa ditebak, mereka dengan wajah girang penuh tawa itu adalah mereka yang sudah berhasil mengumpulkan sepuluh butir permen untyk ditukarkan dengan makan malam. Termasuk Hilmi dan Rio yang kini datang bersamaan menghampiri Nesta yang duduk ditempat biasa dia duduk, didepan tenda.

“Punya lo udah?” Nesta langsung bertanya memastikan kalau kedua temannya itu menyelesaikan misi mereka. “Iya nih, gue langsung dapat sepuluh dari Mahesa hahaha” Jawab Hilmi dengan penuh tawa

“lo ngapain aja emang?” Tanya Rio yang penasaran “Gue bilang aja, kalau dia ngasih gue sepuluh permen sekaligus, gue mau diantar jemput sama dia kalau ke kampus” “Anjir bucin banget ego” Nesta langsung mendorong Hilmi yang kini sedang mengambil ancang-ancang duduk disamping Nesta. “Lo berapa Rio? Gue liat tadi lo sama kak Luke udah kaya syuting film India anjir, main kejar-kejaran” Tanya Nesta.

“Gue dapat sepuluh juga dari Luke, tadi gue disuruh nyanyi anjir, terus pas gue habis nyanyi dianya kabur yaudah gue kejar ampe mampus” Jelas Rio mebara-bara. Enak ya, punya priviledge. Kata Nesta dalam hati. “Lo gimana heh?” Tanya Hilmi memastikan sahabatnya ini sudah dapat atau belum.

“Aman gue” Jawab Nesta. “Lo dikasih kak Julian ya? Tadi gue liat lo sama kak Julian” Tanya Rio, Nesta hanya tersenyum.

Tiba-tiba suara Tama dari microphone memerintahkan mereka semua untuk berkumpul di ground, mereka pun langsung lari secepat mungkin khusunya Hilmi yang dari tadi mengeluh lapar sedangkan Nesta? Dia kembali masuk kedalam tenda dan memejamkan matanya, semoga dia bisa menahan lapar.

153

Semua mobil dinas angkutan (disang) yang dipinjam oleh fakultas untuk membawa para mahasiswa ke tempat LKMM sudah tiba di lokasi tujuan. Nesta, Hilmi, Rio dan teman-teman kelompoknya yang berada dalam satu mobil itu turun dan langsung menyapu pandangan mereka. Sangat asing karena Nesta hampir tidak pernah menginjakkan kakinya di alam terbika seperti ini.

Mata Nesta terus melirik kesana kemari, kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri sedikit mencuri-curi pandang mencari satu sosok yang sama sekali tidak nampak batang hidungnya.

“Baris yang benar sesuai kelompok!” “Hadap depan!” “Jangan tolah-toleh!”

Nesta yang merasa tolah-toleh langsung kaget dan menegakkan tubuhnya serta meluruskan pandangannya kedepan. Hawanya sudah tidak enak, rupanya macan keluar kandang. Pantas saja tidak ada satupun panitia yang menginginkan LKMM dilakukan di area kampus, biar para panitia bebas disini.

Tak hanya di ground HI, di ground jurusan lain yang hanya berjarak beberapa meter juga sama seremnya, bahkan lebih menyeramkan. Nesta bisa mendengar dari arah timur yang sepertinya adalah jurusan Adbis, mereka dipentiahkan kesana kemari hanya dalam hitungan detik.

Begitupun dengan ground Ilmu Komunikasi, yang panitia meneriaki para peserta menggunakan megaphone membuat suara panitia mereka terdengar nyaring sampai keground HI. Beruntunglah HI karena nampaknya jika di bandingkan, panitia mereka lebih bisa mengatur emosi.

“Acara pertama dimulai dengan upacara pembukaan yang nanti dilakukan secara bersamaan dengan semua jurusan. Kalian akan dikumpulkan diground utama, kalian lihat sebelah sana ada panggung dan lapangan yang cukup luas, nanti wakil dekan tiga yang bertanggungjawab atas kemahasiswaan akan membuka secara resmi kegiatan kali ini” Jelas Julian panjang lebar. Semua mahasiswa manggut-manggut kecil menanggapi penjelasan Julian.

“Semuanya habis ini langsung ke tenda yang sudah dibagikan. Kalian diberikan waktu sepuluh menit untuk siap-siap dan menata barang kalian. Habis itu langsung kumpul kesini lagi dengan barisan yang seperti ini. Mengerti?” Itu suara Mahesa, yang baru Nesta tau kalau dia adalah wakil ketua panitia.

Karena dia tidak ikut saat perkumpulan pertama dan juga terlambat pada perkumpulan kedua, dia tidak begitu hafal struktur kepanitiaan. Yang Nesta tau hanyalah Julian sebagai ketua himpunan.

“mengerti!” Jawab seluruh peserta nyaring bagai dikomando.

Setelah itu mereka dibubarkan dan semuanya langsung berlari ke tenda masing-masing. Mereka dibagi atas dua tenda yaitu cowok dan cewek. Nesta, Hilmi dan Rio pun langsung mengambil tempat yang berdekatan. Entah karena apa, hanya saja Nesta ingin dekat dengan teman-temannya.

Tidak butuh waktu yang lama bagi Nesta untuk merapikn barang-barangnya di tenda, maka sisa waktu Nesta gunakan untuk mencuci muka karena dia rasa mukanya udah kusam banget gara-gara naik mobil tadi kena banyak polusi dan panas. Bahkan rasanya Nesta ingin mandi tapi dia pikir nanti saja sekalian habis acara hari ini selesai.

Masih sama seperti awal dia tiba ditempat ini, kepalanya masih sibuk tolah-toleh ke kanan, kekiri, depan, belakang, matanya dipasang jeli, namun tetap saja sosok yang dia cari tidak juga nampak batang hidungnya. Bahkan sampai dia balik dari kamar mandipun dia masih melakukan hal yang nama namun hasilnya nihil. Hingga saat itu kesialan menimpanya.

BRUKK!!

“WOI! JALAN LIAT-LIAT DONG!”

mampus nesta, mampus, batinnya dalam hati.

Nesta menunduk sambil meminta maaf, tidak berani menatap seniornya itu. Dari suaranya Nesta suda bisa tau siapa yang barusan tabrak itu.

“Dari mana lo?” Tanya Seniornya.

“Dari kamar mandi kak, habis cuci muka” Jawab Nesta masih tidak berani menatap pria yang sedang memegang megaphone itu. Untung saja dia tidak diteriaki pakai megaphone.

“kalo lagi ngomong tuh lawan bicara di liat, sopan dikit” senior didepannya mengangkat dagu Nestas sampai Nesta bisa melihat jelas wajah Tama yang menurut Nesta sangat intimidating.

“wih ada apa ini?” Tentu Nesta spontan melirik arah suara itu. Ya itu suara yang dia ingat betul pernah cekcok dengannya waktu kumpul pembagian kelompok LKMM.

“Oh Nesta, lagi?” Kini Adel sudah berkacak pinggang disamping Tama.

“Apalagi kali ini?” Nesta melirik kesal kearah Adel.

“Udah sana lo ke dapur, Del. Lo dari tadi ditungguin sama anak-anak konsumsi” Kata Tama. Adel mendengus kesal, mungkin tidak bisa memakan mangsanya, lalu pergi meninggalkan Nesta dan Tama yang masih hadap-hadapan.

Nesta sedikit berterima kasih kepada Tama. Mungkin saja, Tama tidak ingin masalah sepeleh ini dibesar-besarkan Adel, dan mungkin (lagi) Tama mengingat kejadian waktu itu, atau mungkin (lagi) Tama lowkey ingin menjaga Nesta karena Nesta adiknya Jeje. Entahlah, bagi Nesta, Tama ini memang sangat misterius.

“Lo ke tenda sekarang! Teman-teman lo tuh lagi bersih-bersihin sekitaran tenda dan lo hanya menye-menye cuci muka? Ingat ini bukan tempatnya buat skincare-an” Setelah mengatakan kalimat-kalimat nyelekit itu, Tama pergi meninggalkan Nesta yang terdiam mematung dikerubungi banyak protes dikepalanya.

Sejak kapan cuci muka itu menye-menye? Apakah salah kalau Nesta merawat wajahnya? Memangnya kalau kulitnya iritasi, panitia akan bertanggungjawab?

Kenapa hal kecil seperti cuci muka itu sangat dipermasalahkan bahkan sampai bisa menyinggung perasaan Nesta? Lagi pula tidak ada larangan untuk mencuci muka di aturan LKMM.

Tiba-tiba Nesta teringat pesan Lado tentang pasal panitia yang bunyinya: 1. Panitia tidak pernah salah 2. Jika panitia bersalah, maka kembali ke pasal 1.

“cih pasal panitia tai kotok. fuckin bulshit” Maki Nesta pelan lalu berjalan menuju tenda mengecek apakah ada yang masih bisa dia bantu.

152

Sekitaran jam 9 pagi semua truk dinas angkatan yang dipinjam untuk membawa semua mahasiswa ke lokasi LKMM berangkat bersamaan. Tentu keadaan truk itu panas, pengap tanpa ac. Jika mereka ingin mendapatkan angin biar nggak keringetan, tirai penutup itu harus dibuka dengan konsekuensi mereka harus rela kena sinar matahari dan tentu saja polusi. Tapi kalau ditutup yang ada mereka bakal pingsan didalam.

Nesta, Hilmi dan Rio duduk berseblahan karena mereka tidak ingin berpisah, ya hanya itu alasanya. Oh ya, ada lagi, biar enak ngobrolnya karena mereka se-frekuensi. Dari tadi memang Hilmi dan Rio banyak ngomongnya dan ikut membaur bersama teman-teman HI lain, nyanyi-nyanyi biar ngga sumpek. Sedangkan Nesta hanya fokus pada hpnya, dan tentu saja hal itu menyita perhatian kedua temannya.

Hilmi dan Rio heran dengan tingkah Nesta yang wajahnya kadang terlihat kesal lalu sedetik kemudian udah senyum-senyum, begitu seterusnya sampai Hilmi notice kalau wajah Nesta udah merah.

“Napa lu ces? kasmaran lu?” Hilmi menyikut Nesta. Rio yang duduk diujung mendongakkan kepalanya karena penasaran.

“Apaan dah”

“Muka lu merah tuh, salting lu?” Tanya Hilmi lagi.

“Kaga anjir, panas ini lu kaga ngerasa apa” Lalu Nesta langsung masukin HP nya ketas sambil menggoyangkan kepalanya pura-pura ikut terhibur dengan anak-anak yang lain yang lagi pada konser.

140

Nesta ngusap rambutnya kasar, dia kayaknya sudah muak dengan jurnal dan bahas tentang world war ini. Dari dulu dia benci sejarah, tapi dia harus akan berkutat dengan sejarah kali ini mungkin sampai dia lulus karena di HI akan banyak mempelajari banyak fenomena atau sejarah internasional.

Lado yang lagi asyik-asyiknya ngetik tiba-tiba ngelirik Nesta dengan ekor matanya, lalu pria itu tersenyum kecil. Dia ngeliatin tingkah Nesta persis seperti dia tahun lalu yang hampir gila dengan jurnal karena masih belum terbiasa.

Tanpa basa-basi, Lado langsung ngambil buka Nesta lalu di baca udah sampe mana tulisan Nesta. Sang pemilik buka nggak ngelawan, cuma sedikit kaget. Nesta sudah tidak ada gairah untuk berantem.

“Baru segini?” Tanya Lado. Nesta dengan muka melasnya mengangguk.

“harusnya lo tambahin sebab umum sama sebab khusunya. Perkembangan nasionalisme Eropa sebenarnya nggak usah banyak-banyak. Terus jelasin juga bagaimana perkembangan sistem militernya dan bagaimana sampai terbentuknya aliansi antar negara” Jelas Lado. Nesta hanya manggut-manggut tak berdaya

“Oh ya sebenarnya kalo di jurnal ini banyakin pandangan umum lo aja sih, soalnya point gue nilainya tuh gue butuh pendapat mahasiswa setelah baca materinya. Jadi diakhir jangan lupa kasih pandangan lo juga”

Muka Nesta udah memelas, Lado yang ngeliatnya ketawa kecil lalu dia mencubit pipi Nesta pelan.

“Ayo semangat dong, mau jadi diplomatkan?”

“Kaga anjir, itu mah si Hilmi”

“Udah sana lanjut, nanti gue periksa lagi”

“Nggak deh, ntar aja gue lanjutin di rumah. Capek gue”

Nesta menutup bukunya tapi langsung di tahan oleh Lado lalu ditarik buku Nesta. Lado juga mengambil pulpen Nesta yang tergeletak dimeja, setelah itu dia menulis sesuatu dibuku Nesta.

“udah sana kerjain, itu garis-garis besar yang harus lo tulis di jurnal lo. Harusnya dapat bintang lima ya, udah dibantuin langsung sama asdosnya gini”

“nggak sekalian apa ya dikerjain punya gue?”

“Oh lo mau?”

“Enggak ding bercanda hehe” Nesta nyengir sambil mengambil buku dan pulpennya dari kuasa Lado.

“Cepat kerjain, jam empat harus udah selesai habis itu gue temenin Lo nyari peralatan buat besok”

“Nggak usah deh ya, sebenarnya semua peralatan itu udah ada dirumah gue jadi ngga perlu beli lagi”

“Yah padahal itu satu-satunya alasan biar gue bisa jalan sama lo”

Deg. Detik itu juga tanpa Nesta sadari mukanya merah padam, aduh pokoknya Nesta malu banget. Dia pura-pura tidak dengar aja lalu mulai menyibukkan diri dengan nulis jurnalnya lagi, tidak menanggapi pernyataan Lado sama sekali. Lado yang ngeliatnya cuma senyum-senyum sendiri karena gemes dengan tingkah sang maba ini.

136

Nesta sedang sibuk membaca buku pengantar hubungan internasional yang Lado pinjamkan untuknya. Dia membaca materi world war sejak dari tadi. Sejak itu pula tanpa Nesta sadari Lado sedang memperhatikan Nesta diam-diam.

Lado memperhatikan bulu mata Nesta yang panjang, rambutnya yang panjang hampir sejajar dengan bulu matanya, tangannya yang kadang menggaruk kepalanya yang tidak gatal, bibirnya yang komat-kamit. Lado tersenyum, dia sudah seperti orang gila, tapi memang benar adanya cinta itu bikin gila.

Nesta yang seketika menyadari kalau dirinya sedang diperhatikan langsung mengangkat wajahnya dan menyisir rambutnya kebelakang dengan jari-jarinya. Pria itu mengerutkan dahi mendapati sang kakak tingkat di depannya ini bukannya mengutak-atik laptopnya malah sibuk memperhatikannya.

Pria agustus itu mengangkat jari telunjuknya dan menoel dari Lado, membuat kepala pria itu jatuh kebelakang, bersamaan dengan kekehan kecil dari lado membuat mata pria itu menghilang dari pandangan Nesta.

“Kenapa sih Lo?” Tanya Nesta bingung.

Lado memajukan kepalanya dengan menopangnya dengan kedua telapak tangannya membentuk kelopak bunga untuk menahan dagunya. Lalu tersenyum lagi membuat matanya hilang hanya menyisakan gua garis bagaikan bulan sabit.

“Nesta..” panggil Lado. Nesta yang hendak kembali membaca materinya kembali menengok. “Hmm?” Balasnya.

“Lo pakai bajunya Jeje ya?” Tanya Lado.

Nesta kaget sedikit malu. “Sok tau” hanya itu balasan Nesta lalu kembali membaca buku. Lado tidak bisa berhenti menatap mabanya itu lalu tertawa kecil sebelum dia kembali sibuk dengan laptopnya.

092

“Lo pesen aja, gua tunggu diatas” kata Jeje saat mereka baru saja masuk kedalam mcd yang sudah sepi itu.

“Lo mau apa?” Tanya Nesta berniat memesankan untuk kakaknya sekalian.

“Ngga msih kenyang, lo aja” tolak Jeje. Nesta kemudian memberikan kedua tangannya dengan keadaan terbuka. Jeje mendengus kesal. Ya, Nesta sedang memalak Jeje padahal dia yang mengajak ke mcd. Untung saja Jeje bawa dompet, dia lalu mengambil uang lima puluh ribu dan memberikan kepada Nesta. Nesta tersenyum puas lalu segera mendekati kasir, Jeje pun segera naik ke lantai dua.

Jeje ingin menikmati udara malam jadi dia nemilih tempat duduk outdoor. Ya, sangat sepi hanya ada dia disana. Dia membuka bungkus rokok Marlboro nya, mengambil satu batang yang dia apitkan antara bibirnya lalu menyalakan pemantik, membakar sigaretnya itu.

Tak butuh waktu yang lama untuk Nesta akhirnya memunculkan batang hidungnya didepan Jeje dengan nampan berisi mcflurry dan kentang goreng kesukaanya. Nesta berdecak kesal saat sudah dari kejauhan dia melihat asap mengepul diudara.

“Lo tuh masih ngerokok?!” Tanya Nesta sembari menaruh nampannya dimeja lalu menarik kursi untuk dia duduki.

“Jarang ini” Jawab Jaehyun.

“Lo mau ngomong apa?” Tanya Nesta mengingat tujuan mereka kesini yaitu untuk membicarakan sesuatu.

Jeje menarik kursinya kedepan lebih dekat dari meja. Melihat adiknya yang tidak nyaman dengan asap rokok itu, dia menancapkan ujung rokok yang masih terbakar itu dinampan cokelat didepannya yang sudah kosong lalu memutar-mutar rokoknya sampai api itu mati. Nesta hanya geleng-geleng melihat tingkah sang kakak karena menjadika nampan mcd sebagai asbak.

“Gua mau jujur ini, asal lo jangan kaget” kata Jeje, sepertinya Nesta sudah tahu kemana topik pembicaraan mereka. Nesta kemudian mengangguk santai sambil memakan mcflurry nya. Dari luar santai padahal dia sedang deg-degan sekarang.

“Lo bisa marah ke gua, bisa nampak gua, bisa tonjok gua asal lo jangan jauhin gua dan jangan jijik ke gua”

Gak Ejej, gak akan. Gua akan selalu ada disisi lo karena kita sama.

“Nesta, I'm gay, your brother is gay” Nesta bis mendengar suara kakaknya yang bergetar hebat.

Walaupun Nesta sudah menduga-duga tetapi tetap saja dia masih kaget ditambah lagi statement itu keluar dari mulut kakaknya sendiri didepannya langsung.

Jeje mengacak rambutnya tidak karuan lalu mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya berkali-kali. Nesta masih terdiam, mata Jeje sudah berkaca-kaca.

“Nssta ngomong jangan diam aja dong!” Jeje mengguncang-guncangkan meja mereka tak sabar mendengar pendapat Nesta.

“S-sejak kapan?” Itu yang keluar dari bibir Nesta.

“Sejak SMA”

“Tapi lo, bukannya gonta-ganti pacar?”

“Enggak, gua gak sebenarnya cinta. Gua cuma mencari validasi atas perasaan gua sendiri. Gua mencoba buat pacaran sama beberapa cewek cuma buat ngertiin perasaan gua sendiri. Iya, gua jahat banget. Awalnya juga gua gak tega ke mereka, tapi gua harus karena sebelumnya gua gak bisa menerima kenyataan kalo gua gay

Nesta terdiam lagi. Bukankah itu yang sedang dia lakukan sekarang juga? Berarti dia jahat banget?

“Terus kenapa? Kenapa dirumah you act like you're a homophobic?”

Ini gua juga. Nyatanya kita sama, sama-sama brengsek

“Gua ngelakuin itu semua karena gua membaca situasi rumah. Gua lihat ayah dan ibu seperti tidak suka. Jadi gua pura-pura, gua ikut alurnya, walaupun gua harus menahan sakit. Gua takut gak diterima sama ayah ibu, gua gak mau ngecewain mereka yang udah tulus dan sayang banget sama gua”

Saat itu juga tangis mereka berdua pecah. Keduanya memang sangat sensitif jika sudah membahas orang tua mereka apalagi ditambah dengan kasus sekarang. Jeje membiarkan air matanya keluar begitu saja sedangkan Nesta yang tak sanggup membendung air matanya, menutup mukanya dengan telapak tangannya.

“Gua capek bertahan sendirian, gua capek mendam ini sendirian, gua capek Nesta makanya gua ajak lo ke warjok biar lo pelan-pelan tahu tentang gua dan ternyata lo juga nggak suka dengan kaum gua. Gua minta maaf kalo gua salah. Walaupun gua sedikit kesal ke lo tapi lo satu-satunya harapan gua dikeluarga kita yang mau untuk pelan-pelan nerima gua”

Tangisan Nesta langsung pecah, dia merasa sangat bersalah, dia sakit hati, pokoknya perasaannya campur aduk. Ditambah lagi dia teringat dengan wisata masa lalunya yang bikin dia hancur sampai sekarang.

Nesta beranjak dari kursinya, dia berjongkok dibawah Jeje, Jeje sedikit mengubah posisi kursinya. Kini Nesta sudah menenggelamkan kepalanya di paha Jeje, dia menangis sekeras mungkin membuat Jeje sedikit kebingungan.

“Maafin gua ejej, gua tau, gua paham apa yang lo rasain. Gua tau gimana rasanya menahan itu sendirian, gua pernah alami dan bersyukur masih ada teman-teman lo yang mau menerima lo. Maaf udah bikin lo sakit hati dengan omongan gua yang waktu di warjok. Ejej gua minta maaf, gua sebenarnya juga sama kayak lo”

Mata Jeje yang sudah sembab itu membesar. Dia lalu mengangkat adeknya untuk berdiri. Jeje menarik kursi disebelahnya lalu menyuruh Nesta untuk duduk. Kini mereka sudah duduk bersampingan.

“Nesta lo ngomong apa tadi?”

“Ejej hikss.. gua.. gua juga gay

Jeje langsung memeluk adiknya itu erat-erat. Ya setidaknya dia sedikit lega karena adiknya sebagai harapan satu-satunya berada dipihaknya. Jeje merasa lebih tenang karena tidak ada lagi pertarungan dalam dirinya sendiri, dia tidak bertarung sendirian menghadapi orang tuanya.

“Sejak kapan?” Tanya Jeje saat Nesta sudah mulai tenang dari tangisnya.

“SMA” jawab Nesta.

“Terus?”

“Dulu gua suka sama kakel, gara-gara kita kerja bareng di osis, jadi kita kemana-mana bareng, kita udah dekat banget sampai akhirnya perasaan itu tumbuh. Tapi ternyata dia nggak suka sama gua, he's normal, dia kecewa banget sama gua, dia jijik, dia marah besar, gua ditonjok pas gua nyatain perasaan gua...” Nesta tidak sanggup melanjutkan ceritanya. Jeje kembali memeluk adiknya itu yang kembali menangis dipundaknya.

“Sakit, sakit banget kalo di ingat lagi* batin Nesta.

“Udah gak usah diterusin kalo lo nggak sanggup”

“Dia hina-hina gua, dia bilang kalo orang kayak gua gak bakal diterima, dia bilang kalo orang kayak gua itu penyakit, dia bilang kalo orang kayak gua menyimpang, penuh dosa”

“Nesta!! Udah!! Gak usah dilanjutin!!” Kini suara Jeje meninggi. Dia tidak ingin mendengarnya, rasanya sakit disaat adiknya dihina tetapi dia tidak tau apa-apa.

“Untung saja ada Hilmi, Yeyen dan Rania yang bisa menerima gua. Gua gapapa cuma punya sedikit teman asalkan mereka bisa mendukung pilihan gua” kata Nesta sambil melepaskan pelukannya.

“Jadi lo minta gua buat nyariin lo cewek itu alasanya sama aja kayak gua?”

“Saat kejadian itu gua mikir keras dan gua ingin berubah. Sejak saat itu gua terus memaksa diri gua buat suka cewek, gua pikir saat kuliah ini bisa merubah gua. Gua ingin menghianati diri gua sendiri. Tetapi tetap saja gak bisa”

Jeje mengangguk. “Sekarang gapapa Nesta. Lo punya gua, dan gua punya lo. Gua harap kita bisa saling terbuka untuk hal ini” Nesta mengangguk.

“Terus gimana? Lo ada rencana mau jujur ke ayah ibu nggak?” Tanya Nesta.

“Nggak tau, belum kepikiran juga. Tapi pada saatnya juga ayah ibu akan tau”

“Mereka bakal kecewa nggak ya ke kita?”

“Nggak usah mikirin itu Nesta. Jalanin aja dulu, soal meyakinkan mereka itu kita pikirin lagi nanti”

“Hmm, iya deh. Sukses deh buat lo dan kak Tama”

“Lo udah tau?”

“Ya feeling aja”

“Mau gua kenalin gak?”

“Boleh”

“Ke warjok tapi”

“Jujur, gua sekarang takut ke warjok”

“Hah? Kenapa?” Jeje terkekeh mendengar pernyataan adiknya itu.

“Ya gara-gara itu bercandaan gua. Gua takut teman-teman lo tersinggung”

“Hahah mereka mah santai”

“Ejej gua boleh tanya gak?”

“Apasih lo pake izin-izin segala”

“Teman-teman lo, mereka juga?”

“Oh hahah iya, sebenarnya pas gua bilang diwarjok banyak cewek itu bohong sih, gua akting aja didepan ayah ibu”

“Sialan lo” Nesta mendorong Jeje, hampir saja Jeje jatuh dari kursinya.

“Emang gak kelihatan?”

“Apanya?”

“Temen gua?”

“Ya kan baru ketemu masa bisa langsung tau sih”

“Wah kurang berarti pendekatannya, yaudah besok main ke warjok. Ajak tuh anakan lo”

“Ihh udah gua bilangin kok mereka santai”

“Bilangin mereka dong gua minta maaf”

“Iya nanti gua bilang”

Setelah itu mereka kembali bercanda-bercandaan bahkan saling mengejek satu sama lain. Anak-anak bujang Om Agung dan Tante Yuna kini akrab kembali tanpa ada rahasia setitik pun diantara mereka. Kini mereka punya satu sama lain untuk berjuang bersama melawan dunia.

O82

Ketiga teman Nesta — Hilmi, Yeyen dan Rania yang sedang asik mengobrol dengan memakan jajanan kantin mereka kaget saat tiba-tiba Lado sudah ada samping meja mereka dengan gulungan kertas di tangannya. Sedangkan Nesta? Dia tidak sadar, hanya melamun tidak menyadari atensi Lado yang kini sudah duduk didepannya.

Ketiga temannya langsung menghentikan Kegiatan mereka lalu memasang senyum manis kearah Lado. Yeyen yang disamping Nesta menepuk pundak Nesta kecil hingga cowok agustus itu tersadar.

“Anjing kaget” itu yang keluar dari mulut Nesta sesaat setelah dia menyadari kalau asdosnya itu sedang duduk menghadap dirinya. Lado menyentil dagu kecil dahi Nesta, membuat teman-temannya kaget bukan main.

“Beneran kesini?” Tanya Nesta. “Lo pikir?” Lado bertanya balik, dibalas dengan decakan kesal Nesta.

“Mana formulirnya” Tanya Nesta.

Lado mulai membuka gulungan formulirnya lalu membagikannya kepada Nesta dan Hilmi. Hilmi menerima dengan ssnyum manis yang dibalas dengan senyum Lado, sedangkan Nesta langsung mengambil formulir itu dari tangan Lado. Bukan mengambil, lebih tepatnya merampas. Lado hanya terkekeh lalu menggeleng kecil. Sedangkan teman-temannya? Mereka hanya bisa pasrah.

“Lo udah makan?” Tanya Lado “udah” “Makan apa?”

Nesta melirik sekitaran meja. “Ini, tadi jajan sotong” katanya sambil mengangkat plastik yang didalamnya masih tersisa 2 buah sotong dengan bumbu balado dan merica yang sangat menyengat.

“Bohong kak, itu punya gue. Dia mah dari tadi belum makan, katanya ngga mood” itu hilmi yang cepu. Nesta sudah memberikan tatapan kesalnya ke arah hilmi, sedangkan hilmi membalas dengan menjulurkan lidahnya. Rania dan Yeyen hanya tetawa kecil melihat tingkah mereka.

Sudut bibir Lado terangkat lalu lagi-lagi menggeleng melihat tingkah Nesta. Dia berdiri lalu menarik tangan Nesta hingga pria yang didepannya juga ikut berdiri.

“Pinjam Nesta bentar” Kata Lado. “Lama-lama juga gapapa kak” Jawab Rania. “Iya, bawa pulang aja kak, nyusahin anaknya” Tambah Hilmi. Nesta menghadiahi teman-temannya jari manis yang diangkat ke udara. “Nesta lo ngapain?” Tanya Lado. “Apa sih ini jari manis, bukan jari tengah”

Lado lalu membawa dia ke tempat duduk yang kosong dipojok belakang. Teman-temannya diam-diam memperhatikan mereka.

“Jangan cemburu, Yen” goda Hilmi. “Siapa yang cemburu anjir pekok” Yeyen langsung menjitak kepala Hilmi


“Dimakan itu mie ayamnya. Gua aja yang lo anggurin, mie ayamnya jangan” Lado mengomel.

Nesta dengan sedikit kesal lalu memakan mie ayam yang ternyata dia sangat lahap memakannya. Lado tersenyum puas.

“Lo ngga mau cerita kenapa lo nangis dikelas tadi?” Tanya Lado. Nesta tidak menjawab, hanya sibuk melahap mie ayamnya. Ternyata dia lapar juga.

“Omongin baik-baik ya sama Jeje, biar enak. Kalo boleh lo berdua saling terbuka. Maaf kalau kesannya gua nih ikut campur banget. Gua cuma ngga mau liat Jeje kacau, lo juga kacau. Apalagi gua asdos lo, dan baru hari pertama kuliah aja lo udah ngga fokus”

“Nesta.. lo dengerin gua gak sih

Nesta mengangkat kepalanya. “Katanya lo nya dianggurin aja, mie ayamnya jangan” jejel Nesta yang masih mengunyah mie ayam.

Lado memejamkan matanya sekejap sambil menarik nafasnya dalam. Tidak, dia tidak kesal tapi dia gemas dengan tingkah Nesta apalagi saat mulutnya penuhin dengan makanan.

Lado mengambil formulir Nesta, digulungnya kembali lalu dia memukul kepala Nesta dengan kertas itu. Tenang saja, tidak sakit sih.

“Nggak gitu juga”

“hmm” balas Nesta malas.

“Dengerin apa kata gua tadi”

“Iye iye, diam gua lagi fokus makan ini jangan diganggu”

“Makan aja lo fokus, giliran kelas enggak”

“Gua ini sebenarnya anaknya ambis. Lo tau kak, gua ngerjain jurnalnya dari hari jumat”

“Wih keren tuh”

“Iya soalnya biar hari minggu bisa main”

“Yeee dasar bocah” Lado memukul kepala Nesta lagi dengan kertas itu.

“Nanti pulang kuliah gua mau periksa jurnalnya”

“Kasih nilai yang bagus ya kak”

“Tergantung lah”

“Pelit lo, huuu” seru Nesta sambil memberikan thumbs down didepan mata Lado. Lado hanya terkekeh gemas.

O79

Jujur saja sedari tadi Nesta tidak fokus dengan kelas nya padahal ini kelas pertamanya — lebih tepatnya kelas mata kuliah HI pertamanya karena minggu lalu hanya perkenalan dan kontrak kuliah, biasanya dosen-dosen HI disini seperti itu. Berbeda dengan dosen mata kuliah umum yang langsung mengisi kuliah di hari pertama.

Di depan, Pak Kai do sedang menjelaskan materi Westphalia dan Modern era, tepatnya materi yang sudah Nesta pelajari 3 hari lalu untuk menyusun jurnalnya. Bukan mentang-mentang dia sudah belajar jadi dia tidak perlu mendengar penjelasan dosennya, tetapi ada yang menghantui pikirannya, yaitu kakaknya.

Sejak pertengkaran hebat di grup keluarga tadi dia, perasaannya campur aduk. Disatu sisi dia kesal dengan kakaknya, disisi lain dia kasian juga. Setidaknya dia pernah paham dengan kondisi kakaknya sekarang. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Walaupun belum dikonfirmasi, yang jelas Nesta yakin kakaknya itu pacaran dengan Tama. In conclusion, kakaknya juga bisexual.

Dari dalam lubuk hatinya yang paling tulus, sebenarnya dia ingin membantu kakaknya setidaknya sebagai moral support, tapi apa daya, bahkan hubungan mereka yang sudah sangat lekat seperti surat dan prangko, masih membuat kakaknya tertutup kepada Nesta.

Yang sangat Nesta sayangkan, mereka tidak bisa berbagi cerita dikasus ini padahal mereka sudah sangat terbuka, salting mengutarakan rahasia-rahasia mereka seperti Jeje yang pernah main ke diskotik dan meneguk minuma keras, Nesta yang mengambil uang seratus ribu dari dompet ibunya, Jeje yang pernah menabrak pagar rumah orang dengan mobilnya, atau Nesta yang waktu SMA sering bolos sekolah. Tapi sayang, hal-hal yang berkaitan dengan orientasi sosial masih sangat tabu di keluarganya. Atau mungkin sebenarnya tidak, hanya saja mereka yang tidak memberanikan diri untuk speak up.

Dari kursi depan paling pojok dekat pintu masuk, Lado memperhatikan Nesta yang duduk di pojok belakang dekat jendela. Lado memicingkan matanya memperhatikan Nesta seksama, seperti ada yang tidak beres. Dia pun perlahan berpindah tempat duduk.

Tidak, dia tidak berpindah tempat duduk dengan santainya berjalan melewati Pak Kai yang sedang menjelaskan. Namun dia menemukan modus barunya. Di akhir kelas bakal ada kuis, maka dia membagikan kertas kuis itu, sebelumnya sudah memberikan kode kepada Pak Kai dan disetujui. Kebetulan, kelas tinggal lima belas menit lagi.

“pppssttt”

“psssttt”

“Nesta” Nesta kaget dari lamunanya saat dia merasakan ada yang menoel pundaknya dari belakang. Oh iya, untuk hari ini Nesta tidak duduk didepan karena mood dia lagi tidak enak. Nesta menoleh kebelakang, ternyata itu Lado.

“kenapa nangis?” Nesta yang tersadar langsung menghapus air matanya. Untung saja tidak ada yang lihat, atau mungkin sebenarnya ada selain Lado? Bisa saja Pak Kai.

“enggak kok”

“enggak kok tapi air matanya di lap, gimana sih?”

Nesta hanya mendengus lalu melihat ke mejanya yang tau-tau sudah ada kertas kuis.

“Ini apa?” Tanya Nesta.

“Bentar lagi kuis”

“Hah?”

“Mampus kan lo gak merhatiin dari tadi”

Mampus gua, mampus

“Ini yang meriksa siapa?”

“Pak Kai lah, kan yang ngasih beliau”

Nesta bernafas pasrah. Ya, dia akan menjawab sebisa mungkin.

“Semangat” kata Lado sambil mencuri-curi kesempatan mengacak rambutnya. Nesta kaget ingin melayangkan pukulan tapi Lado sudah lebih dulu beranjak dan duduk ditempatnya semula.

035

Nesta sdang duduk manis sambil masih bertanya-tanya ada apa dengan kating yang juga merupakan asdonya ini. Kadang terlihat sangat jutek dan dingin, tapi kali ini memperlihatkan sisi baiknya.

Tak membutuhkan waktu lama bagi Lado untuk memasan mcflurry karena suasana mcd tidak terlalu ramai.

“dimakan es krimnya” kata Lado sambil mendorong mcflurry itu lebih dekat ke arah Nesta.

“lo enggak?” Tanya Nesta. “Kan yang bete lo doang, bukan gua. Jadi lo aja yang makan”

Nesta lagi-lagi dibuat asdosnya ini mengerutkan kening kebingungan. Kok dia bisa tau kalau Nesta lagi bad mood?

“gua gak bakalan nanya kenapa kok, ini beneran cuma mau bikin lo enakan aja, biar nanti lo baca referensi pihinya enak, ngerjain jurnalnya juga enak”

yang muda hanya tersenyum lalu mulai memakan mcflurry nya. Lado hanya mencuri-curi pandang kadang pura-pura melihat hp nya seolah lagi ngechat padahal hanya sambat diakun privat twitter nya.