Kepanasan
152
Sekitaran jam 9 pagi semua truk dinas angkatan yang dipinjam untuk membawa semua mahasiswa ke lokasi LKMM berangkat bersamaan. Tentu keadaan truk itu panas, pengap tanpa ac. Jika mereka ingin mendapatkan angin biar nggak keringetan, tirai penutup itu harus dibuka dengan konsekuensi mereka harus rela kena sinar matahari dan tentu saja polusi. Tapi kalau ditutup yang ada mereka bakal pingsan didalam.
Nesta, Hilmi dan Rio duduk berseblahan karena mereka tidak ingin berpisah, ya hanya itu alasanya. Oh ya, ada lagi, biar enak ngobrolnya karena mereka se-frekuensi. Dari tadi memang Hilmi dan Rio banyak ngomongnya dan ikut membaur bersama teman-teman HI lain, nyanyi-nyanyi biar ngga sumpek. Sedangkan Nesta hanya fokus pada hpnya, dan tentu saja hal itu menyita perhatian kedua temannya.
Hilmi dan Rio heran dengan tingkah Nesta yang wajahnya kadang terlihat kesal lalu sedetik kemudian udah senyum-senyum, begitu seterusnya sampai Hilmi notice kalau wajah Nesta udah merah.
“Napa lu ces? kasmaran lu?” Hilmi menyikut Nesta. Rio yang duduk diujung mendongakkan kepalanya karena penasaran.
“Apaan dah”
“Muka lu merah tuh, salting lu?” Tanya Hilmi lagi.
“Kaga anjir, panas ini lu kaga ngerasa apa” Lalu Nesta langsung masukin HP nya ketas sambil menggoyangkan kepalanya pura-pura ikut terhibur dengan anak-anak yang lain yang lagi pada konser.