Kelas PIHI dan Lamunan Nesta

O79

Jujur saja sedari tadi Nesta tidak fokus dengan kelas nya padahal ini kelas pertamanya — lebih tepatnya kelas mata kuliah HI pertamanya karena minggu lalu hanya perkenalan dan kontrak kuliah, biasanya dosen-dosen HI disini seperti itu. Berbeda dengan dosen mata kuliah umum yang langsung mengisi kuliah di hari pertama.

Di depan, Pak Kai do sedang menjelaskan materi Westphalia dan Modern era, tepatnya materi yang sudah Nesta pelajari 3 hari lalu untuk menyusun jurnalnya. Bukan mentang-mentang dia sudah belajar jadi dia tidak perlu mendengar penjelasan dosennya, tetapi ada yang menghantui pikirannya, yaitu kakaknya.

Sejak pertengkaran hebat di grup keluarga tadi dia, perasaannya campur aduk. Disatu sisi dia kesal dengan kakaknya, disisi lain dia kasian juga. Setidaknya dia pernah paham dengan kondisi kakaknya sekarang. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Walaupun belum dikonfirmasi, yang jelas Nesta yakin kakaknya itu pacaran dengan Tama. In conclusion, kakaknya juga bisexual.

Dari dalam lubuk hatinya yang paling tulus, sebenarnya dia ingin membantu kakaknya setidaknya sebagai moral support, tapi apa daya, bahkan hubungan mereka yang sudah sangat lekat seperti surat dan prangko, masih membuat kakaknya tertutup kepada Nesta.

Yang sangat Nesta sayangkan, mereka tidak bisa berbagi cerita dikasus ini padahal mereka sudah sangat terbuka, salting mengutarakan rahasia-rahasia mereka seperti Jeje yang pernah main ke diskotik dan meneguk minuma keras, Nesta yang mengambil uang seratus ribu dari dompet ibunya, Jeje yang pernah menabrak pagar rumah orang dengan mobilnya, atau Nesta yang waktu SMA sering bolos sekolah. Tapi sayang, hal-hal yang berkaitan dengan orientasi sosial masih sangat tabu di keluarganya. Atau mungkin sebenarnya tidak, hanya saja mereka yang tidak memberanikan diri untuk speak up.

Dari kursi depan paling pojok dekat pintu masuk, Lado memperhatikan Nesta yang duduk di pojok belakang dekat jendela. Lado memicingkan matanya memperhatikan Nesta seksama, seperti ada yang tidak beres. Dia pun perlahan berpindah tempat duduk.

Tidak, dia tidak berpindah tempat duduk dengan santainya berjalan melewati Pak Kai yang sedang menjelaskan. Namun dia menemukan modus barunya. Di akhir kelas bakal ada kuis, maka dia membagikan kertas kuis itu, sebelumnya sudah memberikan kode kepada Pak Kai dan disetujui. Kebetulan, kelas tinggal lima belas menit lagi.

“pppssttt”

“psssttt”

“Nesta” Nesta kaget dari lamunanya saat dia merasakan ada yang menoel pundaknya dari belakang. Oh iya, untuk hari ini Nesta tidak duduk didepan karena mood dia lagi tidak enak. Nesta menoleh kebelakang, ternyata itu Lado.

“kenapa nangis?” Nesta yang tersadar langsung menghapus air matanya. Untung saja tidak ada yang lihat, atau mungkin sebenarnya ada selain Lado? Bisa saja Pak Kai.

“enggak kok”

“enggak kok tapi air matanya di lap, gimana sih?”

Nesta hanya mendengus lalu melihat ke mejanya yang tau-tau sudah ada kertas kuis.

“Ini apa?” Tanya Nesta.

“Bentar lagi kuis”

“Hah?”

“Mampus kan lo gak merhatiin dari tadi”

Mampus gua, mampus

“Ini yang meriksa siapa?”

“Pak Kai lah, kan yang ngasih beliau”

Nesta bernafas pasrah. Ya, dia akan menjawab sebisa mungkin.

“Semangat” kata Lado sambil mencuri-curi kesempatan mengacak rambutnya. Nesta kaget ingin melayangkan pukulan tapi Lado sudah lebih dulu beranjak dan duduk ditempatnya semula.