LKMM Hari Pertama
153
Semua mobil dinas angkutan (disang) yang dipinjam oleh fakultas untuk membawa para mahasiswa ke tempat LKMM sudah tiba di lokasi tujuan. Nesta, Hilmi, Rio dan teman-teman kelompoknya yang berada dalam satu mobil itu turun dan langsung menyapu pandangan mereka. Sangat asing karena Nesta hampir tidak pernah menginjakkan kakinya di alam terbika seperti ini.
Mata Nesta terus melirik kesana kemari, kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri sedikit mencuri-curi pandang mencari satu sosok yang sama sekali tidak nampak batang hidungnya.
“Baris yang benar sesuai kelompok!” “Hadap depan!” “Jangan tolah-toleh!”
Nesta yang merasa tolah-toleh langsung kaget dan menegakkan tubuhnya serta meluruskan pandangannya kedepan. Hawanya sudah tidak enak, rupanya macan keluar kandang. Pantas saja tidak ada satupun panitia yang menginginkan LKMM dilakukan di area kampus, biar para panitia bebas disini.
Tak hanya di ground HI, di ground jurusan lain yang hanya berjarak beberapa meter juga sama seremnya, bahkan lebih menyeramkan. Nesta bisa mendengar dari arah timur yang sepertinya adalah jurusan Adbis, mereka dipentiahkan kesana kemari hanya dalam hitungan detik.
Begitupun dengan ground Ilmu Komunikasi, yang panitia meneriaki para peserta menggunakan megaphone membuat suara panitia mereka terdengar nyaring sampai keground HI. Beruntunglah HI karena nampaknya jika di bandingkan, panitia mereka lebih bisa mengatur emosi.
“Acara pertama dimulai dengan upacara pembukaan yang nanti dilakukan secara bersamaan dengan semua jurusan. Kalian akan dikumpulkan diground utama, kalian lihat sebelah sana ada panggung dan lapangan yang cukup luas, nanti wakil dekan tiga yang bertanggungjawab atas kemahasiswaan akan membuka secara resmi kegiatan kali ini” Jelas Julian panjang lebar. Semua mahasiswa manggut-manggut kecil menanggapi penjelasan Julian.
“Semuanya habis ini langsung ke tenda yang sudah dibagikan. Kalian diberikan waktu sepuluh menit untuk siap-siap dan menata barang kalian. Habis itu langsung kumpul kesini lagi dengan barisan yang seperti ini. Mengerti?” Itu suara Mahesa, yang baru Nesta tau kalau dia adalah wakil ketua panitia.
Karena dia tidak ikut saat perkumpulan pertama dan juga terlambat pada perkumpulan kedua, dia tidak begitu hafal struktur kepanitiaan. Yang Nesta tau hanyalah Julian sebagai ketua himpunan.
“mengerti!” Jawab seluruh peserta nyaring bagai dikomando.
Setelah itu mereka dibubarkan dan semuanya langsung berlari ke tenda masing-masing. Mereka dibagi atas dua tenda yaitu cowok dan cewek. Nesta, Hilmi dan Rio pun langsung mengambil tempat yang berdekatan. Entah karena apa, hanya saja Nesta ingin dekat dengan teman-temannya.
Tidak butuh waktu yang lama bagi Nesta untuk merapikn barang-barangnya di tenda, maka sisa waktu Nesta gunakan untuk mencuci muka karena dia rasa mukanya udah kusam banget gara-gara naik mobil tadi kena banyak polusi dan panas. Bahkan rasanya Nesta ingin mandi tapi dia pikir nanti saja sekalian habis acara hari ini selesai.
Masih sama seperti awal dia tiba ditempat ini, kepalanya masih sibuk tolah-toleh ke kanan, kekiri, depan, belakang, matanya dipasang jeli, namun tetap saja sosok yang dia cari tidak juga nampak batang hidungnya. Bahkan sampai dia balik dari kamar mandipun dia masih melakukan hal yang nama namun hasilnya nihil. Hingga saat itu kesialan menimpanya.
BRUKK!!
“WOI! JALAN LIAT-LIAT DONG!”
mampus nesta, mampus, batinnya dalam hati.
Nesta menunduk sambil meminta maaf, tidak berani menatap seniornya itu. Dari suaranya Nesta suda bisa tau siapa yang barusan tabrak itu.
“Dari mana lo?” Tanya Seniornya.
“Dari kamar mandi kak, habis cuci muka” Jawab Nesta masih tidak berani menatap pria yang sedang memegang megaphone itu. Untung saja dia tidak diteriaki pakai megaphone.
“kalo lagi ngomong tuh lawan bicara di liat, sopan dikit” senior didepannya mengangkat dagu Nestas sampai Nesta bisa melihat jelas wajah Tama yang menurut Nesta sangat intimidating.
“wih ada apa ini?” Tentu Nesta spontan melirik arah suara itu. Ya itu suara yang dia ingat betul pernah cekcok dengannya waktu kumpul pembagian kelompok LKMM.
“Oh Nesta, lagi?” Kini Adel sudah berkacak pinggang disamping Tama.
“Apalagi kali ini?” Nesta melirik kesal kearah Adel.
“Udah sana lo ke dapur, Del. Lo dari tadi ditungguin sama anak-anak konsumsi” Kata Tama. Adel mendengus kesal, mungkin tidak bisa memakan mangsanya, lalu pergi meninggalkan Nesta dan Tama yang masih hadap-hadapan.
Nesta sedikit berterima kasih kepada Tama. Mungkin saja, Tama tidak ingin masalah sepeleh ini dibesar-besarkan Adel, dan mungkin (lagi) Tama mengingat kejadian waktu itu, atau mungkin (lagi) Tama lowkey ingin menjaga Nesta karena Nesta adiknya Jeje. Entahlah, bagi Nesta, Tama ini memang sangat misterius.
“Lo ke tenda sekarang! Teman-teman lo tuh lagi bersih-bersihin sekitaran tenda dan lo hanya menye-menye cuci muka? Ingat ini bukan tempatnya buat skincare-an” Setelah mengatakan kalimat-kalimat nyelekit itu, Tama pergi meninggalkan Nesta yang terdiam mematung dikerubungi banyak protes dikepalanya.
Sejak kapan cuci muka itu menye-menye? Apakah salah kalau Nesta merawat wajahnya? Memangnya kalau kulitnya iritasi, panitia akan bertanggungjawab?
Kenapa hal kecil seperti cuci muka itu sangat dipermasalahkan bahkan sampai bisa menyinggung perasaan Nesta? Lagi pula tidak ada larangan untuk mencuci muka di aturan LKMM.
Tiba-tiba Nesta teringat pesan Lado tentang pasal panitia yang bunyinya: 1. Panitia tidak pernah salah 2. Jika panitia bersalah, maka kembali ke pasal 1.
“cih pasal panitia tai kotok. fuckin bulshit” Maki Nesta pelan lalu berjalan menuju tenda mengecek apakah ada yang masih bisa dia bantu.